Jakarta

Hanya menggunakan tanaman di sekitar rumah, masakan khas Istana Buton memiliki cita rasa yang unik. Semua bumbu masakan didominasi oleh kelapa. Inilah rasanya.

Indonesia dan kekayaan alamnya memang selalu menarik untuk dibicarakan. Di setiap daerah, masyarakat Indonesia mempunyai ciri budaya kuliner yang berbeda dan unik.

Salah satu kuliner khas Kesultanan Buton di Sulawesi Tenggara. Mama Aldo, warga Bau Bau, Buton, membawa sajian khas Kesultanan Buton ke Jakarta dalam rangka Perayaan Gastronomi Indonesia di Taman Ismail Marzuki (9/2).

IKLAN

GULIR UNTUK MELANJUTKAN KONTEN

“Dari makanan ringan, makanan ringan, hingga makanan berat di Buton kuncinya adalah kelapa. Tanpa kelapa kita tidak bisa hidup,” kata Mama Aldo saat memperkenalkan makanan khas Buton.

Mengenal keunikan kuliner Buton yang tidak bisa hidup tanpa kelapaMama Aldo berasal dari Buton menyajikan masakan khas Buton yang unik. Foto: tim detikfood

Malam itu, Mama Aldo menyajikan enam hidangan makanan khas Buton untuk disantap oleh para peserta dan panitia Gastronomi Meraikan Nusantara. Menunya mulai dari Hugu Hugu, Wargai Kopuru, Nasuwolio, Katapai, Molo, Ikane Dole, hingga Kek Palu sebagai hidangan penutup.

Kunci dari semua makanan yang dihidangkan Mama Aldo adalah Kalukuholei. Kalukuholei adalah bumbu masakan khas Buton yang terbuat dari kelapa parut yang dipanggang, ditumbuk hingga keluar minyaknya, dan biasanya disimpan dalam wadah di rumah.

Menu bernama Hugu Hugu ini merupakan asupan karbohidrat yang wajib ada saat makan bagi masyarakat Buton. Hidangan ini terbuat dari singkong kering yang direndam semalaman lalu diiris. Bumbunya hanya menggunakan kalukuholei lalu dikukus hingga matang.

Mama Aldo menuturkan, untuk lauk pauknya, masyarakat Buton lebih memilih memanfaatkan tanaman dari halaman belakang rumahnya sendiri. Seperti wari kopuhu yang terbuat dari bunga pisang dicampur kalukuholei yang dipetik dari pekarangan rumahnya.

Mengenal keunikan kuliner Buton yang tidak bisa hidup tanpa kelapaSemua masakannya mengandalkan kelapa bakar sebagai bahan utamanya. Foto: tim detikfood

Sebagai pelengkap protein, ada Nasuwilio yang menggunakan ayam kampung muda dengan kuah santan kental. Konon menu ini wajib selalu dihidangkan, baik pada perayaan maupun acara duka di Buton.

Posisi Pulau Buton yang dikelilingi laut juga menjadikan olahan ikan sebagai menu utama. Ada tuna asap yang dimasak dengan kalukuholei dan dibungkus dengan daun koubula. Masyarakat Buton percaya bahwa daun koubula dapat menetralkan racun dari ikan yang ditangkap burung merak di lautan.

Masyarakat Buton juga punya olahan yang mirip dengan pindang andalannya lho. Menu yang disebut Ikane dole ini merupakan olahan ikan yang direbus, ditumbuk, lalu dipres hingga berbentuk segitiga. Rasanya mirip dengan nugget ikan versi tradisional.

Setelah puas dengan hidangan utama, Mama Aldo menyajikan Kuih Palu sebagai hidangan penutup. Bahannya menggunakan kelapa, tepung beras, dan kacang tanah yang digiling setelah dipanggang. Gula merah atau brown sugar juga dicampurkan sebelum dibentuk agar terasa manis dan lengket.

Ada cerita unik yang diceritakan Mama Aldo saat tiba di Jakarta dan bertemu dengan chef tradisional yang dibawakan oleh tim Pusaka Rasa Nusantara. “Saya sempat bingung, ibu-ibu yang lain membawa bumbu yang banyak sedangkan saya hanya membawa kelapa. Tapi ini dianggap unik, banyak orang yang bertanya-tanya dan ingin memesannya,” kata Mama Aldo kepada detikcom.

Menonton video “Sisca Soewitomo menjelaskan perbedaan masakan dulu dan sekarang
[Gambas:Video 20detik]
(dfl/adr)

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *